Senin, 06 Mei 2013

Budaya,kerativitas dan inovasi


Pengertian Budaya Organisas
 

 Sbelum melangkah pada pengertian tentang budaya organisasi, alangkah baiknya kita jelaskan dulu pengertian dari budaya itu sendiri. Kebudayaan menyinggung daya cipta bebas dan serba ganda dari manusia dalam alam dunia. Manusia pelaku kebudayaan. Ia menjalankan kegiatannya untuk mencapai sesuatu yang berharga bagi dirinya, dan dengan demikian nilai kemanusiannya menjadi lebih nyata. Melalui kegiatan kebudayan sesuatu yang sebelumnya hanya merupakan kemungkinan belaka diwujudkan dan diciptakan yang baru. Dalam kebudayaan manusia mengakui alam dalam arti yang seluas-luasnya sebagai ruang pelengkap untuk semakin memanusiakan dirinya, yang identik dengan kebudayaan alam. Kebudayaan singkatnya adalah penciptaan penertiban dan pengolahan nilai-nilai insani. Berdasarkan titik tolak penelitian, kebudayaan didefinisikan secara beragam. Ahli sosiologi megatakan bahwa kebudayaan merupakan keseluruhan kecakapan-kecakapan (adat, akhlak, kesenian, ilmu, dan lain-lain) yang dimiliki manusia sebagai subjek masyarakat. Ahli sejarah menekankan pertumbuhan kebudayaan dan mendefinisikan sebagai warisan sosial atau tradisi. Ahli filsafat menekankan aspek normatif, kaidah kebudayaan dan terutama pembinaan nilai dan realisasi cita-cita. Antropologi melihat kebudayaan sebagai tata hidup, pandangan hidup, dan kelakuan. Psikologi mendekati kebudayaan dari segi penyesuaian manusia kepada alam sekelilingnya atas syarat-syarat hidup. Arkheologi menaksir kebudayaan sebagai hasil artefact dan kesenian. 


Berdarakan pengertian kebudayaan di atas, budaya organisasi itu didasarkan pada suatu konsep bangunan pada tiga tingkatan, yaitu: Tingkatan Asumsi Dasar (Basic Assumption), kemudian Tingkatan Nilai (Value), dan Tingkatan Artifact yaitu sesuatu yang ditinggalkan. Tingkatan asumsi dasar itu merupakan hubungan manusia dengan apa yang ada di lingkungannya, alam, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, hubungan itu sendiri, dan hal ini, asumsi dasar bisa diartikan suatu philosophy, keyakinan, yaitu suatu yang tidak bisa dilihat oleh mata tapi ditanggung bahwa itu ada. Tingkatan yang berikutnya Value, Value itu dalam hubungannya dengan perbuatan atau tingkah laku, untuk itu, value itu bisa diukur (ditest) dengan adanya perubahan-perubahan atau dengan melalui konsensus sosial. Sedangkan artifact adalah sesuatu yang bisa dilihat tetapi sulit untuk ditirukan, bisa dalam bentuk tehnologi, seni, atau sesuatu yang bisa didengar (Schein, 1991: 14).
Budaya organisasi merupakan bentuk keyakinan, nilai, cara yang bisa dipelajari untuk mengatasi dan hidup dalam organisasi, budaya organisasi itu cenderung untuk diwujudkan oleh anggota organisasi (Brown, 1998: 34). Robbins, (2003: 525) menjelaskan bahwa budaya organisasi itu merupakan suatu system nilai yang dipegang dan dilakukan oleh anggota organisasi, sehingga hal yang sedemikian tersebut bisa membedakan organisasi tersebut dengan organisasi lainnya. Sistem nilai tersebut dibangun oleh 7 karakteristik sebagai sari (essence) dari budaya organisasi, 7 karakteristik adalah:
1. Inovasi dan pengambilan risiko (Innovation and risk taking). Tingkatan dimana para karyawan terdorong untuk berinovasi dan mengambil risiko.
2. Perhatian yang rinci (Attention to detail). Suatu tingkatan dimana para karyawan diharapkan memperlihatkan kecermatan (precision), analisis dan perhatian kepada rincian.
3. Orientasi hasil (Outcome orientation). Tingkatan dimana manajemen memusatkan perhatian pada hasil bukannya pada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil.
4. Orientasi pada manusia (People orientation). Suatu tingkatan dimana keputusan manajemen memperhitungkan efek hasil – hasil pada orang–orang anggota organisasi itu.
5. Orientasi tim (Team orientation). Suatu tingkatan dimana kegiatan kerja diorganisir di sekitar tim – tim, bukannya individu – individu.
6. Keagresifan (Aggressiveness). Suatu tingkatan dimana orang – orang (anggota organisasi) itu memiliki sifat agresif dan kompetitif dan bukannya santai – santai.
7. Stabilitas (Stability). Suatu tingkatan dimana kegiatan organisasi menekankan di pertahankannya status quo daripada pertumbuhan.
      Perspektif interpretif (subjektif) melihat budaya organisasi sebagai proses-proses pembentukan pemahaman yang membentuk realitas organisasi dan dengan demikian memberi makna kepada keanggotaannya. Konsep pembentukan pemahaman ini penting bagi perspektif interpretif, sama pentingnya dengan pemahaman yang dilaksanakan (enacted sense making) bagi teori Weick mengenai pengorganisasian. Peraga dan indikator budaya organisasi tidak muncul begitu saja. Semua ini harus dikonstruksi dan makna yang diberikan kepada peraga dan indikator tersebut harus dibangkitkan dan dibangkitkan ulang dalam interaksi. Peraga dan indikator (kisah-kisah, ritus-ritus, ritual) lebih dianggap sebagai tindakan daripada sebagai benda. Pacanowsky da O`Donnel-Trujillo (1982) berpendapat bahwa ketika para anggota mewujudkan konstruk-konstruk, praktik-praktik, dan ritual ini merupakan pencapaian kecil yang termasuk dalam pencapaian yang lebih besar lagi dalam budaya organisasi. Istilah kuncinya adalah pencapaian dalam arti bahwa hal itu menunjukkan tindakan, dan tindakan yang terus berlangsung dalam tindakan itu. Peraga dan indikator budaya dapat pula dimasukkan ke dalam rubrik luas yang disebut simbolisme organisasi. Yang penting dalam konsep pemahaman budaya ini adalah makna simbolisme untuk anggota-anggota organisasi ketika mereka membentuk realitas organisasi dan ketika mereka dibentuk oleh konstruk-konstruk mereka sendiri.
Seiring dengan bergulirnya waktu, budaya pasti terbentuk dalam organisasi dan dapat pula dirasakan manfaatnya dalam memberi kontribusi bagi efektivitas organisasi secara keseluruhan.


Tipologi Budaya Organisasi
Beranjak dari aneka definisi, lapisan, dan perspektif dalam memandang budaya organisasi, maka muncul aneka ragam tipologi budaya organisasi. Tujuan tipologi ini menunjukkan aneka budaya organisasi yang mungkin ada di realitas. Kajian mengenai tipologi budaya organisasi ini sangat bervariasi. 
Tipologi budaya organisasi dapat diturunkan dari tipologi organisasi. Amitai Etzioni membagi tipe organisasi dengan membuat tabulasi silang antara jenis kekuasaan denganjenis keterlibatan individu di dalam organisasi. Jenis kekuasaan ia bagi menjadi Koersif, Remuneratif, dan Normatif sementara jenis keterlibatan ia bagi menjadi Alienatif, Kalkulatif, dan Moral.[28] Tabel dari tabulasi silang tersebut sebagai berikut:
Tabel 5 Jenis Kekuasaan dan Keterlibatan Individu versi Etzioni
JENIS KEKUASAAN
JENIS KETERLIBATAN
Alienatif
Kalkulatif
Moral
Koersif
1
2
3
Remuneratif
4
5
6
Normatif
7
8
9

Jenis Kekuasaan. Koersif adalah kuasa dalam organisasi yang muncul dari penghukuman fisik atau ancaman penghukuman fisik. Remuneratif muncul dari kendali atas sumber daya dan reward material. Normatif muncul dari distribusi dan manajemen reward serta penalti simbolik.
Keterlibatan. Adalah kecenderungan evaluatif dan emosional dari para aktor terhadap suatu tindakan. Alienatif adalah keterlibatan yang sangat tidak disetujui. Kalkulatif adalah keterlibatan yang lemah baik itu setuju atau tidak setuju. Moral adalah keterlibatan yang sangat disetujui.
Etzioni yakin bahwa cenderung akan ada perimbangan antara keterlibatan dan power dalam suatu organisasi sehingga pola budaya suatu organisasi adalah persilangan antara kedua konsep tersebut. Menurut Etzioni, tipe kombinasi yang paling sering muncul dalam realitas organisasi adalah Koersif-AlienatifRemuneratif-Kalkulatif, dan Normatif-Moralyang pada tabel di atas ada dalam domain 1, 5, dan 9. Etzioni melanjutkan bahwa ketiga domain tersebut merupakan tipe organisasi yang paling efektif. Dari hasil tabulasi silangnya, Etzioni kemudian mengajukan tipologi organisasinya yaitu : (1) Organisasi Koersif; (2) Organisasi Utilitarian; dan (3) Organisasi Normatif.[29] 

Organisasi Koersif adalah organisasi di mana para anggotanya terperangkap dalam alasan fisik dan ekonomi sehingga harus mematuhi apapun peraturan yang ditimpakan oleh otoritas. Organisasi Utilitiarian adalah organisasi di mana para anggota dimungkinkan untuk bekerja yang adil untuk hasil yang adil pula serta adanya kecenderungan untuk mematuhi beberapa aturan yang esensial di samping para pekerja menyusun norma dan aturan yang melindungi diri mereka sendiri. Organisasi Normatif adalah organisasi di mana para individunya memberi kontribusi pada komitmen karena menganggap organisasi adalah sama dengan tujuan diri mereka sendiri. 
Tipologi Etzioni memungkinkan peneliti membedakan antara organisasi bisnis yang cenderung Utilitarian, organisasi Koersif seperti penjara dan rumah sakit jiwa, ataupun organisasi Normatif seperti sekolah, rumah sakit dan lembaga-lembaga nirlaba. 
1.      Kreativitas ditinjau dari segi Pribadi
-          Kreatifitas merupakan ungkapan unik dari seluruh pribadi sebagai hasil interaksi individu, perasaan, sikap dan perilakunya.
-          Kreatifitas mulai dengan kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu yang baru. Biasanya seorang individu yang kreatif memiliki sifat yang mandiri. Ia tidak merasa terikat pada nilai-nilai dan norma-norma umum yang berlaku dalam bidang keahliannya. Ia memiliki system nilai dan system apresiasi hidup sendiri yang mungkin tidak sama yang dianut oleh masyarakat ramai.
Dengan perkataan lain:
“Kreativitas merupakan sifat pribadi seorang individu (dan bukan merupakan sifat  social yang dihayati oleh masyarakat) yang tercermin dari kemampuannya untuk menciptakan sesuatu yang baru (Selo Soemardjan 1983)

TEORI TENTANG PROSES KREATIF


Wallas dalam bukunya “The Art of Thought” menyatakan bahwa proses kreatif meliputi 4 tahap :
1.      Tahap Persiapan, memperisapkan diri untuk memecahkan masalah dengan mengumpulkan data/ informasi, mempelajari pola berpikir dari orang lain, bertanya kepada orang lain.
  1. Tahap Inkubasi, pada tahap ini pengumpulan informasi dihentikan, individu melepaskan diri untuk sementara masalah tersebut. Ia tidak memikirkan masalah tersebut secara sadar, tetapi “mengeramkannya’ dalam alam pra sadar.
  2. Tahap Iluminasi, tahap ini merupakan tahap timbulnya “insight” atau “Aha Erlebnis”, saat timbulnya inspirasi atau gagasan baru.
  3. Tahap Verifikasi, tahap ini merupakan tahap pengujian ide atau kreasi baru tersebut terhapad realitas. Disini diperlukan pemikiran kritis dan konvergen. Proses divergensi (pemikiran kreatif) harus diikuti proses konvergensi (pemikiran kritis).


PROSES KEPUTUSAN INOVASI

1. Pengertian Proses Keputusan Inovasi
Proses keputusan inovasi ialah proses yang dilalui (dialami) individu
(unit pengambil keputusan yang lain), mulai dari pertama tahu adanya inovasi,
kemudian dilanjutkan dengan keputusan setuju terhadap inovasi, penetapan
keputusan menerima atau menolak inovasi, implementasi inovasi, dan
konfirmasi terhadap keputusan inovasi yang telah diambilnya. Proses
keputusan inovasi bukan kegiatan yang dapat berlangsung seketika, tetapi
merupakan serangkaian kegiatan yang berlangsung dalam jangka waktu
tertentu, sehingga individu atau organisasi dapat menilai gagasan yang baru
itu sebagai bahan pertimbangan untuk selanjutnya akan menolak atau
menerima inovasi dan menerapkannya. Ciri pokok keputusan inovasi dan
merupakan perbedaannya dengan tipe keputusan yang lain ialah dimulai
dengan adanya ketidak tentuan (uncertainty) tentang sesuatu (inovasi).
Misalnya kita harus mengambil keputusan antara menghadiri rapat
atau bermain olah raga, maka kita sudah tahu apa yang akan dilakukan jika
12
oleh raga begitu pula apa yang akan dilakukan jika menghadiri rapat. Rapat
dan olah raga bukan hal yang baru. Pertimbangan dalam mengambil
keputusan mana yang paling menguntungkan sesuai dengan kondisi saat itu.
Keputusan ini bukan keputusan inovasi.
Tetapi jika kita harus mengambil keputusan untuk mengganti
penggunaan kompor minyak dengan kompor gas, yang sebelumnya belum
pernah tahu tentang kompor gas, maka keputusan ini adalah keputusan
inovasi. Proses pengambilan keputusan mau atau tidak mau menggunakan
kompor gas, dimulai dengan adanya serba ketidak tentuan tentang kompor
gas. Masih terbuka berbagai alternatif, mungkin lebih bersih, lebih hemat,
lebih tahan lama, tetapi juga mungkin berbahaya, dan sebagainya. Untuk
sampai pada keputusan yang mantap menerima atau menolak kompor gas
perlu informasi. Dengan kejelasan informasi akan mengurangi ketidak tentuan
dan berani mengambil keputusan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar